Kamis, 18 Mei 2017

0

Diskusi Hati

Malam ini, aku tiba di rumah pukul 23.10 WIB. Ketauhilah, aku menulis ini dengan banyak senyum di sudut bibirku. Baru kali ini, hati dan logika ku menyatu, menciptakan sebuah kebahagiaan, bukan lagi kegundahan seperti biasanya. Apa yang terjadi denganku?
***
Ada banyak hal yang harus dibicarakan, tentang bagaimana kisah yang akan kita bangun. Setiap kali kamu mengatakan bahwa ada yang ingin kamu sampaikan, hati ini resah, takut, jikalau apa yang akan kau utarakan itu adalah pilihan. Aku meng-iya-kan, lalu kita mencari waktu, kinilah saatnya untuk bertemu.
Tibalah kita di suatu café yang masih hidup malam ini. Aku dan kamu duduk berhadapan, memandang minuman masing-masing, ada keraguan untuk memulai pembicaraan. Tak ingin larut disituasi seperti ini, aku memberanikan diri menyampaikan maksud hati untuk menjauh.
Aku tumpahkan semua sesuai rencana, ku puncakkan logika, ku munafikkan hati. Kau dengan kepala tertunduk mendengarkannya, apa yang ada di benakmu? Suasana ini, hampir saja aku menitikkan air mata, tapi ada kamu di sini, kuputar bola mata ke atas, mencegahnya untuk jatuh. Kamu sepertinya tidak siap mengetahui keputusanku. Aku mengerti, ku beri giliran untukmu berbicara.
Kamu menuangkan semua yang ada di benak atau hatimu, tentang kita. Tentang banyak bahagia yang kau rasakan selama denganku, tentang ke-tidak-siap-an untuk melewatkanku, lagi. Kamu sangat jujur malam ini, manis sekali. Aku menatapmu lekat, kau gundah, kau berbicara dengan sangat hati-hati terhadapku, sesekali kau bubuhi dengan canda agar kita bisa tertawa.
Aku terjebak di keadaan ini, ruang ini. Pilihan hatiku, yang benar-benar sudah ku ikhlaskan, dengan sekuat hati menyakinkan bahwa itu adalah keputusan terbaik, tapi bersama dan dapat memandangmu pun membuatku luluh. Kalimat “aku memilih untuk mundur” hanya bergelumit di kerongkongan, tak sampai terucap.
Pikiran kita rumit, kita berdua sama-sama tidak siap untuk saling meninggalkan. Entah, kamu terlihat resah, namun aku senang kamu tak ingin aku pergi. Raut wajahmu menggambarkan ingin aku untuk tinggal. Akhirnya, kita membuat keputusan bersama.
Aku akan menunggumu dan tetap ada di sampingmu, namun jika ada seseorang yang bisa membuka hatiku, aku akan memberi kesempatan untuknya. Kita sepakat. Lega, senang sekali aku tetap bersamamu. Aku masih memiliki waktu dengamu, aku masih bisa dengan bebas menemuimu.
Lalu kita pulang, berboncengan sembari bersenandung tenang, menikmati malam di jalanan kota. Apa yang kita putuskan adalah keegoisan kah? Aku tidak peduli. Apapun itu asal dengamu. Tetaplah bersamaku.

0 coment�rios:

Posting Komentar