Senin, 03 April 2017

0

Serpihan Penantian

"Aku tidak apa apa salah, asalkan itu karenamu."
"Bagaimana dengan mendapatkan hati dan ragamu?"
"Ini semua untukmu."
"Namun tak mungkin kudapatkan seutuhnya."
"Maafkan aku yang seperti ini, aku tidak ingin mengecewakanmu."
"Oke, itu tidak apa-apa, tapi aku ingin tetap seperti ini."
"Aku hanya bisa menerimamu dengan rasaku yang pernah sepertimu. Salahku yang tak bisa menunggumu sedikit lebih lama."
"Pernah hadir dan?"
"Dilupakan."
"Aku berharap kau menjawab 'masih'. Tapi ternyata seperti itu adanya. Ya, memang ini salahku. Salahku yang tak pernah tau kau ada."
"Seandainya aku bisa, mengulang kembali cinta kita."
"Beritahu aku jika kau rindu."
"Tak akan ku sia-siakan kau lagi. Kau tak pernah berfikir mengapa aku sekarang ada di sini? Karena ada cinta yang harus kuselesaikan."
"Tapi bagaimana kau menyelesaikannya?"
"Alasanku di sini."
"Kau ingin akhir yang seperti apa?"
"Kau tetap bersamaku seperti anganku dulu. Tapi aku tak bisa mengingkari janjiku. Seandainya kau tidak membuatku memilih, mungkin kita bisa tertawa di balik rahasia."
"Mengapa harus tertawa di balik rahasia, jika tertawa bersama rasa itu lebih indah."
"Kau ingin aku memilih?"
"Tidak. Tidak untuk sekarang. Karena aku tahu keadaanmu, kau tidak akan meninggalkannya demi aku yang tak pernah mengertimu. Namun jika nanti kau sudah tidak bersamanya, dan kau sadar bahwa rasa ini masih hebat, Katakan padaku. Aku akan menunggu meskipun esok itu masih banyak, sangat banyak, bahkan terlampau banyak. Aku akan disini, seraya menata diri jika memang kau benar-benar kembali."
"Jangan anggap aku hanya berkata, karena aku tidak pernah benar-benar seperti ini, menanti. Jika sekarang aku memilih untuk menantimu, kau harus tahu ada sesuatu yang kau miliki dan aku tak bisa melewatkannya untuk kedua kalinya."
"Selayaknya rasa yang pernah kuberikan tanpa ada kata, tanpa ada keberanian, aku tidak rela melepasmu. Walau kutahu aku sedang berjalan dengan kegagalan, kegagalan menantimu, kegagalan memilikimu."